Zakat mal atau yang bisa disebut dengan zakat harta, ialah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap individu muslim maupun lembaga atas segala jenis harta atau penghasilan yang diperoleh sesuai syariat Islam.
Sesuai dengan arti dari kata ‘Maal’ dalam bahasa Arab yaitu harta, metode pembayaran zakat mal juga harus dalam bentuk harta tersebut atau nilai yang setara, seperti dalam bentuk uang.
Lantas bagaimana jika zakat mal diberikan dalam bentuk barang seperti, beras, sembako, pakaian atau barang lainnya? Apakah boleh seperti itu? Untuk lebih jelasnya, simak penjelasannya di bawah ini.
Dilansir dari rumaysho.com, para Ulama dan beberapa Imam Mazhab memiliki pandangan berbeda terkait hal ini. Ada yang tidak membolehkan membayar zakat mal berupa barang seperti sembako, pakaian dan sejenisnya, dan ada pula yang membolehkan.
Pendapat pertama: Menurut pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Dawud Azh Zhohiri, tidak boleh mengeluarkan zakat mal selain dari bentuk yang disyariatkan dalam dalil. Artinya, zakat pada emas, dikeluarkan dengan emas, zakat pada hewan ternak dikeluarkan dengan hewan ternak. Alasannya karena sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Quran maupun hadits.
Dalil yang melandasi pendapat pertama ini yakni, kala Abu Bakar Ash Shiddiq menyebutkan jumlah zakat sesuai yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan,
فَإِذَا بَلَغَتْ خَمْسًا وَعِشْرِينَ فَفِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ إِلَى أَنْ تَبْلُغَ خَمْسًا وَثَلاَثِينَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهَا بِنْتُ مَخَاضٍ فَابْنُ لَبُونٍ
"Jika unta telah mencapai 25-35 ekor, maka ada kewajiban zakat dengan 1 bintu makhodh (unta betina umur 1 tahun). Jika tidak ada bintu makhodh, maka boleh dengan 1 ibnu labun (unta jantan umur 2 tahun).” (HR. Abu Daud no. 1567, An Nasai no. 2447, Ibnu Majah no. 1798 dan Ahmad 1: 11. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih)
Baca Juga : Waktu Terbaik Bayar Zakat Mal : Jangan Sampai Terlewat
Pendapat kedua: Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Ats Tsauri, Imam Bukhari, salah satu pendapat dalam madzhab Syafi’i dan salah satu pendapat Imam Ahmad, zakat mal boleh dikeluarkan dengan yang senilai, misalnya dengan uang dan pakaian/barang.
Dalil yang menjadi landasan penguat pendapat tersebut:
Anas radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pernah menulis surat kepadanya (tentang aturan zakat) sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, yaitu,
“Barangsiapa yang memiliki unta dan terkena kewajiban zakat jadza’ah (unta betina berumur 4 tahun) sedangkan dia tidak memiliki jadza’ah dan yang dia miliki hanya hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun); maka dibolehkan dia mengeluarkan hiqqah sebagai zakat, namun dia harus menyerahkan pula bersamanya dua ekor kambing atau dua puluh dirham. Dan barangsiapa yang telah terkena kewajiban zakat hiqqoh sedangkan dia tidak memiliki hiqqoh namun dia memiliki jadza’ah; maka diterima zakat darinya berupa jadza’ah dan dia diberi dua puluh dirham atau dua ekor kambing. Dan barangsiapa telah terkena kewajiban zakat hiqqoh namun dia tidak memilikinya kecuali bintu labun (unta berumur 2 tahun); maka diterima zakat darinya berupa bintu labun, namun dia wajib menyerahkan bersamanya dua ekor kambing atau dua puluh dirham. Dan barangsiapa telah sampai kepadanya kewajiban zakat bintu labun dan dia hanya memiliki hiqqoh; maka diterima zakat darinya berupa hiqqah dan dia menerima dua puluh dirham atau dua ekor kambing. Dan barangsiapa yang telah terkena kewajiban zakat bintu labun sedangkan dia tidak memilikinya kecuali bintu makhod (unta betina berumur 1 tahun); maka diterima zakat darinya berupa bintu makhod, namun dia wajib menyerahkan bersamanya dua puluh dirham atau dua ekor kambing.“ (HR. Bukhari no. 1453)
Dalil lainnya yakni saat Mu’adz radhiyallahu ‘anhu berkata kepada penduduk Yaman,
“Berikanlah kepadaku barang berupa pakaian pakaian atau baju lainnya sebagai ganti gandum dan jagung dalam zakat. Hal itu lebih mudah bagi kalian dan lebih baik/ bermanfaat bagi para shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Madinah.” (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad-, dan disambungkan oleh Yahyaa bin Aadaam dalam Al-Kharaaj no. 525 dengan sanad shahih sampai Thowus bin Kaisan). Hadits ini menunjukkan bahwa Mu’adz menarik zakat dengan sesuatu yang senilai, bukan dengan gandum sesuai ketetapan.
Kedua hadits di atas menunjukkan diperbolehkannya membayar zakat yang diwajibkan dengan sesuatu yang senilai dengannya, seperti uang atau barang.
Baca Juga : Mengapa Harus Membayar Zakat Penghasilan?
Pada hakikatnya, zakat mal harus dibayarkan sesuai dengan jenis yang disebutkan dalam dalil dan hukum mengeluarkan zakat berupa barang tidak diperbolehkan menurut jumhur ulama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menetapkan zakat dengan dua unta atau 20 dirham, dan sebagainya dan beliau tidak beralih pada barang atau uang seharga harta yang dizakatkan.
Namun jika terpaksa atau karena adanya hajat (kebutuhan) dan maslahat (sesuatu yang lebih bermanfaat atau lebih dibutuhkan oleh mustahik), maka diperbolehkan membayarkan zakat dengan nilainya (uang atau yang lainnya). Demikian yang jadi pendapat pilihan Ibnu Taimiyah dalam fatwanya. Juga dengan catatan, jika dalam keadaan darurat, hajat (dibutuhkan), atau ada maslahat yang jadi pertimbangan. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2: 84)
Apabila terdapat fakir atau miskin yang khawatir dia tidak amanah jika diberi uang, misal karena dia gila atau mengalami keterbelakangan mental atau orang yang suka berbuat maksiat, sehingga jika diberi uang kurang bermanfaat baginya, atau malah menimbulkan mafsadat (perbuatan yang merusak/sia-sia), maka saat itu boleh diberikan barang atau sesuatu yang paling dia butuhkan. Dan disarankan, tetap meminta pertimbangan pihak yang menerima zakat sebelum menyerahkan dalam bentuk barang.
Dan itulah beberapa pandangan para Ulama tentang pembayaran zakat mal dengan barang. Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat ya, Sahabat.
Copyright © 2019 - 2024 Pondok Yatim & Dhu'afa All rights reserved.