Mendalami Peran Zakat di Masa Sahabat Nabi Bagian 1

Wafatnya Rasulullah SAW menjadi berita yang amat menyedihkan untuk umat islam terlebih untuk orang-orang terdekat Nabi yakni Para Sahabat. Sementara itu, tampuk kepemimpinan harus terus berputar agar umat dengan segala hak dan kewajibannya dapat berjalan dengan baik. Begitu juga dengan pengelolaan harta umat muslim dan kewajiban membayar zakat yang harus terus dijalankan oleh kepemimpinan selanjutnya. Berikut penjelasan mengenai zakat di masa para sahabat nabi.

Zakat di Masa Khulafa Ar-Rasyidin

Berita wafatnya Nabi Muhammad SAW cepat menyebar ke telinga umat muslim lainnya, ada yang percaya dan tidak percaya dengan kabar wafatnya Nabi SAW. Namun, meski suasana menyedihkan itu menyelimuti umat islam, kepemimpinan Nabi harus segera diputuskan. Oleh sebab itu, melalui amanah langsung dari sang Rasul kepemimpinan islam digantikan oleh sahabat terdekat Nabi yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.

1. Zakat di Masa Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq

image

Saat itu, Abu Bakar tidak hanya akan mengemban tugas memimpin umat tetapi juga menerima tugas untuk terus mengembangkan dakwah islam termasuk kewajiban menunaikan zakat yang menjadi tiang ekonomi islam.

Tugas mengingatkan manusia untuk membayar zakat menjadi PR yang berat karena saat itu keadaan kaum muslimin yang hanya mau membayar zakat pada masa rasulullah masih hidup saja, banyak yang membelot enggan membayar zakat hingga Abu Bakar memutuskan untuk memerangi siapa saja yang melepaskan diri dari kewajiban membayar zakat. Beliau mengatakan, “Demi Allah. Orang yang keberatan menunaikan zakat kepadaku, yang dulu mereka lakukan kepada Rasulullah SAW akan aku perangi.”

Baca Juga Ingin Bayar Zakat Mal tapi Bingung? Simak Tips Praktis dari Ahli Zakat

Demikianlah sikap tegas yang diambil Abu Bakar Ash-Shiddiq pada masa awal kepemimpinannya sebagai bukti bahwa selain dikenal dengan pribadi yang lembut, ia juga bisa menjadi tegas jika ada syari’at Allah yang ditinggalkan. Saat itu, Beliau langsung mengirim pasukan-pasukannya untuk memerangi kaum yang membelot agar mereka bertaubat dan menunaikan zakat. Setidaknya ada sebelas pasukan yang dikirim ke seluruh jazirah arab, yaitu:

1) Batalyon Khalid bin al-Walid, untuk memerangi Najd (Riyad) dan al Battah.

2) Batalyon Ikrimah bin Abu Jahal, untuk memerangi Yamamah.

3) Batalyon Syarjil, untuk bantuan tempur memerangi Yamamah.

4) Batalyon Tarifah bin Hajiz, untuk memerangi Bani Sulaim dan Kabilah Hawazin

5) Batalyon Amr bin Ash, untuk memerangi Kabilah Qada'ah, Wadi'ah, dan al-Haris.

6) Batalyon Khalid bin Sa'id, untuk memerangi Syam.

7) Batalyon al-Ala' bin al-Hadrami, untuk memerangi Bahrain, yaitu kabilah Abdul Qais dan kabilah Rabi'ah

8) Batalyon Khuzaifah bin Muhsin, untuk memerangi Diba, Oman

9) Batalyon Arfajah bin Harsumah, untuk memerangi Mahrah

10) Batalyon al-Muhajir bin Abi Umayyah, untuk memerangi San'a, Yaman.

11) Batalyon Suwaid bin Muqrin, untuk memerangi Tuhamah, Yaman

2. Zakat di Masa Umar bin Khattab

image

Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan menaruh perhatian yang intens terhadap perkembangan islam. Di masa ini juga, keadaan umat islam lebih stabil dan tentram. Masyarakat saat itu menjawab seruan zakat dengan ta’at serta pengelolaannya yang semakin tertata yakni dengan mengangkat amil zakat untuk mengumpulkan zakat dan kemudian mendistribusikannya kepada mustahik kemudian sisa dana zakat dihimpun dan dikelola dengan manajemen yang rapih.

Di zaman Umar Bin Khattab, mulai didirikan Baitul Mal sebagai pusat pengelolaan dana umat islam. Selanjutnya, umar menerapkan kebijakan berupa pengklasifikasi sumber pendapatan Negara yang ada di dalam baitul maal.

1. Pendapatan zakat dan `ushr. Pendapatan ini didistribusikan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di baitul maal pusat dan dibagikan kepada delapan ashnâf, seperti yang telah ditentukan dalam al-Qur`an.

2. Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada fakir miskin atau untuk membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan apakah ia seorang muslim atau bukan.

3. Pendapatan kharâj, fai, jizyah, `ushr, dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dana pensiun dan dana bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.

4. Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar, dan dana sosial lainnya. (Buku Zakat sebagai Kekuatan Ekonomi Umat, Dr. Sumar'in Asnawi)