5 Hal yang Sering Bikin Salah Kaprah tentang Zakat Profesi

Zakat profesi, atau yang sering disebut juga zakat penghasilan, akhir-akhir ini makin sering dibahas, terutama di kalangan para pekerja. Tapi sayangnya, masih banyak yang bingung atau salah kaprah soal zakat yang satu ini.

Mulai dari anggapan bahwa zakat profesi itu tidak wajib, diperuntukkan hanya untuk orang-orang kaya saja sampai mengira bahwa zakat profesi sama saja dengan sedekah. Nah, di artikel ini kita akan bahas beberapa hal tentang zakat profesi yang sering bikin orang salah kaprah. 

1. Zakat Profesi Tidak Wajib

Banyak yang mengira bahwa zakat profesi hukumnya tidak wajib. Padahal, mayoritas ulama kontemporer, seperti Yusuf Al-Qardhawi, berpendapat bahwa penghasilan dari profesi di era modern saat ini dianggap sebagai harta yang terus bertambah. Dalam Islam, harta seperti ini wajib dizakati jika sudah memenuhi syariat.

Para ulama kontemporer mengqiyaskannya dengan zakat hasil pertanian yang dikeluarkan saat panen. Setiap penghasilan yang diterima sudah mencapai nisab (batas minimal harta yang wajib dizakati) dan telah lewat haul (satu tahun hijriyah), maka penghasilan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Bisa dengan sistem potong langsung setiap kali menerima penghasilan atau dikumpulkan selama setahun penuh.

2. Zakat Profesi Sama Dengan Pajak

Masih banyak yang beranggapan kalau zakat itu sama seperti pajak. Tahukah kalian, bahwa itu adalah pemahaman yang keliru loh. Zakat dan pajak itu dua hal yang berbeda. Zakat adalah kewajiban agama yang bersifat ibadah, sedangkan pajak adalah kewajiban negara yang bersifat administratif.

Zakat dan pajak punya tujuan yang berbeda. Zakat adalah murni perintah Allah yang bermakna mensucikan dan membersihkan harta, juga untuk membantu sesama, sedangkan pajak adalah kewajiban negara yang bertujuan untuk membiayai kebutuhan negara. Jadi, zakat profesi dan pajak punya peran masing-masing dan tidak bisa disamakan.

 Baca Juga : Cuma 3 Menit! Begini Cara Bayar Zakat Online Lewat Sedekahyatim

3. Zakat Profesi Hanya Untuk yang Gajinya Besar

zakat profesi

Zakat profesi tidak tergantung dari besarnya jabatan atau gaji, tapi dari nilai penghasilannya. Jika total penghasilan dalam sebulan atau setahun mencapai nilai nisab (nominal yang setara dengan 85 gram emas), maka kamu sudah masuk kategori wajib zakat.

4. Zakat Profesi Hanya Boleh Dibayar Setahun Sekali

Sebenarnya, zakat profesi bisa ditunaikan dengan 2 cara loh. Pertama, dibayarkan setahun sekali (dengan menghitung haul dan nisab seperti zakat mal biasa). Kedua, dibayarkan setiap bulan atau setiap kali menerima penghasilan.

Jadi, bayar zakat profesi tidak harus dibayarkan pertahun, tapi bisa dibayarkan tiap bulan juga agar lebih mudah perhitungannya dan menghindari lupa. 

5. Zakat Profesi Harus Langsung Disalurkan Kepada Mustahik

Zakat profesi tidak harus langsung ditunaikan kepada mustahik. Islam membolehkan zakat disalurkan melalui lembaga amil zakat resmi agar lebih tepat sasaran, merata dan sesuai syariat. Selain itu, lembaga amil zakat profesional juga mempermudah kita untuk menunaikan zakat. Terkadang kita tidak punya banyak waktu atau terkendala masalah lainnya.

Contohnya saja, kamu bisa menunaikan zakat profesimu di LAZ Amal Sholeh Sejahtera, Pondok Yatim dan Dhu’afa. Di sini, zakat profesi bisa ditunaikan secara offline dan online, sesuai kebutuhan para muzakki. Sahabat masih bingung cara menghitung zakat profesi? Tenang. Bisa banget konsultasi ke Pondok Yatim dan Dhu’afa dan petugas kami sigap membantu. Jika masih bingung bagaimana cara menghitung zakat profesi? Tenang saja. Kalian bisa banget konsultasi ke Pondok Yatim dan Dhu’afa dan petugas kami sigap membantu. Nantinya, zakatmu bisa disalurkan langsung ke anak-anak yatim dan dhu’afa juga para mustahik lain secara adil dan Insya Allah sesuai syariat Islam.

Nah, itu dia 5 hal yang sering disalahkaprahi tentang zakat profesi yang banyak beredar di kalangan muslim. Semoga dengan artikel ini, Sahabat bisa lebih paham dan tidak terus-terusan salah kaprah soal zakat profesi ya.

Yuk, mulai lebih disiplin menunaikan zakat dari penghasilan kita, karena di dalam harta yang kita miliki ada hak orang lain di dalamnya.