“Apakah rezeki yang kita dapatkan setiap bulan hanya milik kita, atau ada hak orang lain yang tersembunyi di dalamnya?” Pertanyaan ini sering menjadi pemantik diskusi di kalangan Muslim, terutama ketika berbicara tentang zakat penghasilan. Dalam Islam, zakat adalah salah satu pilar yang menjadi kewajiban setiap Muslim yang mampu. Namun, apakah zakat penghasilan termasuk kewajiban yang sama seperti zakat fitrah dan zakat harta lainnya?
Zakat penghasilan adalah zakat yang dikeluarkan dari pendapatan seseorang, seperti gaji, honor, atau keuntungan usaha, yang telah mencapai batas nisab (jumlah minimal wajib zakat). Besaran zakat ini adalah 2,5% dari total pendapatan bersih. Konsep ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap harta yang berkembang dan diperoleh secara halal memiliki hak orang lain di dalamnya.
Meski zakat penghasilan tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an, para ulama mengambil dasar hukumnya dari ayat yang menyebutkan kewajiban zakat secara umum:
"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka,..." (QS. At-Taubah: 103).
Berbagai pendapat para Ulama terdahulu maupun sekarang. meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu “al-Amwaal”, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah “al-maal al-mustafaad” seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu. Dimana mereka mengatakan bahwa harta tersebut wajib dikeluarkan zakatnya.
Abu Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra tentang seorang laki-laki yang memperoleh hartanya (al-maal al-mustafaad) beliau berkata: “Dia keluarkan zakatnya pada hari dia mendapatkan harta itu” (Al-Amwaal, hal. 413).
Abu Ubaid meriwayatkan dari Hubairah bin Yarim berkata: “Adalah Ibnu Mas’ud ra memberi kami al-‘athaa’ lalu beliau mengambil zakatnya” (Al-Amwaal, hal. 412).
Malik meriwayatkan dari Ibnu Syihab dalam kitab Muwatha’ berkata: “Yang pertama mengambil zakat dari al-a’thiyah adalah Mu’awiyah bin Abi Sufyan” (Muwatha’ ma’al Muntaqaa juz 2 hal 95).
Di Indonesia, zakat penghasilan telah menjadi salah satu instrumen yang diakui secara resmi dalam UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Bahkan, beberapa lembaga zakat seperti Pondok Yatim dan Dhuafa memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk menghitung dan menunaikan zakat penghasilan melalui kalkulator zakat online.
Baca Juga : Wajibkah Bayar Zakat Penghasilan? Ini 5 Fakta Yang Harus Kamu Ketahui
Jadi, wajibkah zakat penghasilan? Berdasarkan dalil, pandangan ulama, dan peraturan di Indonesia, zakat penghasilan termasuk kewajiban bagi Muslim yang penghasilannya telah mencapai nisab. Menunaikan zakat penghasilan adalah salah satu bentuk kepedulian sosial dan ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rezeki yang kita peroleh tak hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi juga untuk membantu mereka yang membutuhkan.
"Jadi, sudahkah Sahabat menunaikan hak orang lain dalam rezeki yang diterima?"
Copyright © 2019 - 2024 Pondok Yatim & Dhu'afa All rights reserved.