Qurban, sebuah praktik yang rutin dilakukan oleh umat Islam pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, saat Hari Raya Idul Adha tiba, telah menjadi kegiatan yang umum di kalangan mereka. Secara sederhana, qurban adalah proses menyembelih hewan sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT pada Hari Raya Idul Adha.
Kegiatan qurban ini merupakan ungkapan syukur umat Muslim atas anugerah-anugerah yang diberikan Allah kepada mereka. Salah satu aspek penting dari qurban adalah penyaluran daging hasil penyembelihan kepada yang membutuhkan, sebagai manifestasi kepedulian dan semangat berbagi di antara sesama.
Sebelum membahas tentang sejarah kurban, Ibadah kurban dapat diartikan sebagai bentuk kesungguhan seorang hamba kepada Allah untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Perintah untuk berkurban telah disyariatkan oleh Allah SWT dalam Alquran, “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS Al-Kautsar (108) : 1-2).
Baca Juga : Sejarah Singkat Qurban: Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Kisah qurban dalam agama Islam mengambil akar dari cerita tentang Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, seperti yang diuraikan dalam Al-Quran. Kisah ini membentuk dasar sejarah bagi praktik ibadah qurban yang dipraktikkan oleh umat Muslim.
Awalnya, kisah dimulai dengan Nabi Ibrahim AS yang mendapat mimpi akan menyembelih putra kesayangannya, Ismail. Meskipun terkejut, Nabi Ibrahim tidak menolak atau menyangkal mimpi itu, karena ia meyakini bahwa itu adalah pesan dari Allah SWT.
Sebagai hamba yang patuh kepada Allah, Nabi Ibrahim berdoa memohon petunjuk mengenai makna mimpinya tersebut. Namun, pesan tersebut kembali muncul dalam mimpi selama tiga kali berturut-turut, yaitu perintah untuk menyembelih Ismail, yang pada saat itu masih berusia sekitar 7 tahun.
Setelah itu, Nabi Ibrahim bercerita kepada putranya tentang penglihatannya itu, yang menyatakan bahwa ia akan menyembelih Ismail sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam Al-Quran, tertulis bagaimana Ismail memberikan izin kepada ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah tersebut.
"Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku! Sungguh aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah bagaimana pendapatmu!' (QS As-Saffat ayat 102)."
"Dia (Ismail) menjawab, 'Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu, insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar' (QS As-Saffat ayat 102)."
Mendengar kata-kata bijak dari Ismail yang masih kecil, Nabi Ibrahim semakin sedih dan tak mampu menahan tangisnya karena tak dapat mengabaikan fakta bahwa Ismail adalah putranya yang paling ia cintai.Setelah mereka berdua sepakat untuk melaksanakan perintah Allah, Nabi Ibrahim membawa Ismail ke Mina dan meletakkannya dengan lembut di atas tanah.
"Wahai ayahku! Kencangkanlah ikatanku agar aku tidak lagi bergerak, singsingkanlah bajumu agar darahku tidak mengotori, dan jika nanti ibu melihat bercak darah itu niscaya ia akan bersedih, percepatkah gerakan pisau itu dari leherku, agar terasa lebih ringan bagiku karena sungguh kematian itu sangat dahsyat. Apabila Engkau telah kembali maka sampaikanlah salam kasihku kepadanya." (Syekh Muhammad Sayyi Ath-Thanthawi, Tafsir Al-Wasith, Beirut, Darul Fikr: 2005 M halaman 3582)
"Sungguh, sebaik-baiknya pertolongan adalah Engkau wahai anakku dalam menjalankan perintah Allah," (Imam Fakhruddin Ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Kutub: 2000 M], juz XXVI, halaman 138).
Ketika Nabi Ibrahim AS bersedia dengan sepenuh hati, pisau yang digunakan untuk menyembelih Ismail tidak mampu menembus lehernya. Meskipun pisau tersebut digunakan berulang kali, namun tampaknya tumpul bahkan tidak meninggalkan goresan sedikit pun pada leher Ismail yang lembut. Dalam situasi yang demikian, Allah SWT memberikan pertolongan kepada Nabi Ibrahim sebagai bukti keajaiban yang diabadikan dalam surat Al-Quran berikut ini.
"Lalu Kami panggil dia, 'Wahai Ibrahim! Sungguh, Engkau telah membenarkan mimpi itu.' Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sungguh ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian," (Surat As-Saffat ayat 104-108).
Dari kejadian tersebut, terlihat bahwa Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail adalah individu yang sangat patuh kepada perintah Allah SWT. Karena itulah Allah SWT tidak mengizinkan tindakan penyembelihan itu terjadi, bahkan melarangnya dan menggantinya dengan sebuah kambing. Peristiwa penyembelihan Nabi Ismail yang kemudian digantikan oleh Allah SWT dengan seekor domba, menjadi asal mula ibadah qurban yang diperingati dalam Hari Raya Idul Adha.
Copyright © 2019 - 2024 Pondok Yatim & Dhu'afa All rights reserved.