Puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap umat islam dengan ganjaran pahala yang mulia di sisi Allah. Maka ketika seorang muslim tidak mampu menjalankan puasa wajib di bula suci, ia akan dikenakan hutang yakni untuk mengganti puasa yang ditinggalkan dengan qadha atau mengganti puasa dan membayar fidyah
Qadha puasa yakni berpuasa di hari lain di luar bulan ramadhan sebagai pengganti dari hari-hari yang ia tidak berpuasa pada bulan itu. Namun tidak semua orang diwajibkan mengqadha pasanya. Berikut Penjelasannya:
Bagi seorang wanita yang mendapatkan haid dan nifas maka ia termasuk kedalam golongan yang mendapatkan udzur syar’i sehingga diharamkan untuk menjalankan puasa. Apabila ia tetap ingin menjalankan ibadah puasa dalam keadaan haid dan nifas maka dihukumi berdosa.
Wanita yang meninggalkan ibadah puasa karena penyebab yang diperbolehkan dalam agama ini wajib membayar hutang puasanya di hari lain di luar bulan suci.
Dari ummul mukminin Aisyah radhiyallahu’anha mengatakan, “Dahulu di zaman Rasulullah SAW kami mendapat haid maka kami diperintah untuk mengganti puasa.” (Hr. Muslim)
Seorang muslim juga diberikan keringanan oleh Allah ketika ia merasakan sakit dan khawatir apabila puasanya akan menyebabkan bertambah sakit atau kesembuhannya akan terhambat diperbolehkan tidak berpuasa dan wajib mengganti puasa atau qadha ketika telah sehat
Allah SWT berfirman, “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, (boleh tidak berpuasa) namun wajib baginya mengganti (puasa) pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah:184)
Orang yang bepergian juga mendapatan keringanan untuk tidak berpuasa, sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW bersabda,
“Dari Hamzah bin Amru Al-Aslami radhiyallahu’anhu, dia bertanya, “Ya Rasulullah, Saya mampu dan kuat berpuasa dalam perjalanan , apakahsaya berdosa?.” Beliau menjawab, “Itu adalah keringana dari Allah. Siapa yang mengambilnya, maka hal itu baik. Namun siapa yang ingin untuk terus berpuasa tidak ada salah atasnya.” (Hr. Muslim)
Orang yang karena alasan darurat dan terpaksa harus membatalkan puasanya maka ia wajib untuk mengqadha puasa yang luput di hari yang lain.
Baca Juga Puasa Qodho, Niat dan Tata Caranya
Selain karena penyebab yang diperbolehkan dalam agama (udzur syar’i) untuk mengqadha puasa, orang yang batal puasa baik disengaja atau tidak juga wajib menggantin puasanya. Berikut Ketentuannya:
Orang yang membtaalkan puasa karena sebab seperti muntah, keluar mani secara sengaja, dan makan minum secara sengaja maka ia wajib untuk mengganti puasanya. Selain itu, sebagian ulama juga ada yang menyatakan bahwa orang yang menyengaja untuk membatalkan puasanya di waktu puasa ramadhan padahal tidak ada udzur syar’i maka dikenakan kaffarah.
Sedangkan jika sengaja membatalkan puasa dengan udzur syar’i maka hanya wajib untuk mengganti puasanya saja. Tapi jika makan minum dilakukan karena lupa para ulama sepakat bahwa ini tidak membatalkan puasa sehingga ia tidak wajib untuk melakukan qadha puasa
Bagi siapa saja yang tidak sengaja melakukan suatu kesalahan sehingga batal puasanya maka wajib untuk mengqadha puasa.
Contoh kasusnya yaitu ketika sesorang keliru menyangka hari masih malam lalu ia makan dan minum dengan niat sahur, ternyata diketahui kemudian bahwa fajar sudah terbit dan waktu subuh sudah masuk. Maka puasanya dihukumi batal serta ia wajib untuk menggati (qadha) puasa di hari lain.
Ulama sepakat bahwa waktu yang ditentukan untuk melakukan qadha atau ganti puasa adalah setelah habisnya bula ramadhan hingga bertemu lagi di bulan Ramadhan berikutnya.
Allah SWT Berfirman, “Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa namun harus mengganti di hari yang lain.” (Qs. Al-Baqarah:185)
Lalu jika ada orang yang belum menggati puasanya namun bulan ramadhan sudah datang, maka inilah pendapat para ulama:
Salah satu ulama maliki yakni Ibnu Abdil Barr (w 643) menyatakan dalam kitabnya,
“Dan sesorang yang mempunyai kewajiban puasa ramadhan kemudian tidak puasa dan mengakhirkan qadha sampai masuk ramadhan berikutnya sedangkan ia mampu untuk mengqadhanya (sebelum datang ramadhan kedua) maka jika dia tidak puasa pada ramadhan tersebut wajib baginya mengqadha hari-hari yang ditinggalkannya dan memberi makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan satu mud dengan ukuran mud nabi Muhammad SAW.”
Az-Zaila’I (w 743) salah satu ulama dari kalangan hanafiyah menuliskan di dalam kitbanya Tabyin Al-Haqaiq Syarh Kanzu Ad-daqaiq:
“Jika seseorang memiliki tangguan puasa yang belum diqadha sampai datang bulan ramadhan berikutnya, maka dia berpuasa untuk ramadhan kedua. Karena memang waktu tersebut waktu untuk puasa yang kedua. Dan tidak diterima puasa selainnya (puasa kedua). Dan kemudian setelah itu baru mengqadha puasa ramadhan silam karena waktu tersebut adalah waktu qadha dan tidak wajib membayar fidayah.”
Kesimpulannya, menurut beliau jika sesorang memiliki hutang puasa pada ramadhan yang telah berlalu dan belum dibayarkan pada ramadhan selanjutnya, maka di bulan ramadhan itu ia belum boleh mengqadha puasanya. Dia harus berpuasa dulu untuk ramadhan tahun tersebut. Kemudian setelah bulan ramadhan berlalu baru diqadha puasanya dan tidak wajib membayar fidyah.
Salah satu faqih dari kalangan madzhab hanabilah yakni Ibnu Qudamah (w 620 H) Menuliskan dalam kitabnya Al-Mughni yaitu:
“Fashl: Ketika seseorang mengakhirkan qadha, bukan karena udzur, sampai melewati dua ramadhan atau lebih maka tidak wajib baginya kecuali qadha dan fidyah.”
Beliau berpendapat bahwa penundaan qadha samapi ramadhan berikutnya mewajibkan membayar fidyah yaitu jika dilakukan tanpa udzur
An-Nawawi yang merupakan mujtahid murajjih dalam madzhab syafi’I menuliskan dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab sebagai berikut:
“Ketika seseorang menunda qadha sampai masuk ramadhan berikutnya tanpa udzur maka ia berdosa. Dan wajib baginya berpuasa untuk ramadhan yang kedua kemudian setelah itu baru mengqadha untuk ramadhan yang telah lalu. Dan juga wajib baginya membayar fidyah untuk setiap hari yang ia tinggalkan dengan hanya masuknya ramadhan kedua. Yaitu satu mud makanan beserta qadha.”
Beliau berpendapat wajib qadha sekaligus membayar fidyah karena menunda qadha sampai masuk ramadhan berikutnya. Dan menganggap pelakunya telah berdosa ketika melalaikan qadha tanpa ada udzur syar’i
Demikianlah penjelasan mengenai puasa qadha dan ketentuan bagi yang belum mengganti puasa sedang sudah masuk bulan Ramadhan. Oleh karenanya, mari tunaikan hutang puasa sesuai waktunya sebagai kewajiban kita terhadap perintah Allah Ta'ala
Copyright © 2019 - 2024 Pondok Yatim & Dhu'afa All rights reserved.