Adab yang baik serta budi pekerti yang luhur adalah risalah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada segenap umat manusia hingga akhir zaman, sebagaimana beliau pernah mengatakan dalam haditsnya:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur.” [HR.Ahmad dan Bukhari dalam al-Adabul Mufrad, hasan]
Islam secara khusus mengajarkan umatnya untuk memuliakan guru dan beradab kepadanya yaitu orang yang telah mengajarkan kebaikan kepadanya, baik melalui ilmu agama atau ilmu yang bermanfaat lainnya.
Terkait pengajaran ilmu agama, salah seorang ulama mengatakan: “Jika orang tua menyelamatkan anaknya dari api di dunia, maka para ulama mengajarkan ilmu agama untuk dapat menyelamatkan seseorang dari api di akhirat.”
Kemudian, bagaimanakah Islam mengajarkan umatnya untuk memuliakan guru?
Di dalam al-Quran Allah mengisahkan tentang pola interaksi antara guru dan murid yakni Khidir dan Nabi Musa ‘alaihissalam:
“Musa berkata kepada Khidir, “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu yang belum kamu ketahui?”
Musa menjawab, “InsyaAllah kamu akan mendapatiku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun.” Dia mengatakan, “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu.” [QS. Al-Kahfi: 66-69].
Ada beberapa pelajaran adab terhadap guru yang dapat diambil dari kisah dalam ayat di atas:
- Hendaknya seorang murid bertutur kata yang mulia dan lemah lembut kepada gurunya, hal itu tercermin dari cara nabi Musa ‘alaihissalam dalam mengajukan pertanyaan dan meminta kepada Khiddir untuk mengajarinya ilmu, serta memohon agar beliau mengizinkan untuk ikut bersamanya.
- Menghormati guru dan menempatkannya dalam posisi yang semestinya, walaupun si murid memiliki kedudukan sosial lebih daripada gurunya sebagaimana yang dilakukan Nabi Musa ‘alaihissalam. Tidak ada kesan bahwa nabi Musa menempatkan dirinya lebih utama dari Khidir, padahal beliau adalah seorang rasul pilihan.
- Bersabar terhadap tindakan dan perilaku serta keinginan seorang guru. Hal ini senada dengan nasihat Imam Syafi’i: “Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar, maka ia akan menelan hinanya kebodohan sepanjang masa”.
Pentingnya Mempelajari Ilmu dengan Guru
Mempelajari ilmu agama harus dengan perantara seorang guru, karena seorang guru akan memberi kunci-kunci ilmu yang diperlukan muridnya, selain itu seorang murid akan lebih selamat dari kekeliruan serta kesalahpahaman.
Diantara adab terhadap seorang guru ialah:
1. Menjaga Kehormatan Guru
Sudah sepatutnya seorang murid menjaga kehormatan dan tidak menyebarluaskan aib gurunya, tidak membanding-bandingkan gurunya dengan guru yang lain di hadapan beliau
2. Bersikap baik dengan tidak mendebatnya
Menjadikan seorang guru sebagai lawan debat bukanlah adab yang baik. Selain itu, murid hendaknya menghindari sikap mendahului guru dalam berbicara dan berjalan, tidak memaksanya untuk memberi jawaban atas pertanyaan yang diajukan, atau memotong pembicaraannya ketika pelajaran sedang berlangsung.
Sahabat yang mulia, Abu Sa’id al-Khudry radhiyallahu‘anhu menyebutkan bahwa para sahabat ketika sedang bermajelis bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan wahyu diturunkan kepada beliau, mereka diam seakan-akan di atas kepala mereka ada burung yang bertengger. [HR. Bukhari]
3.Memanggilnya dengan Panggilan yang baik
Sebisa mungkin murid tidak memanggil guru dengan menyebut namanya secara langsung, panggil lah dengan sebutan Ustadz, Pak Guru, Pak Kiai, dan sejenisnya, karena yang demikian adalah bentuk penghormatan kepadanya.
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengatakan kepada putra dari guru beliau, Imam Syafi’i rahimahullah, “Ayahmu adalah salah satu dari enam orang yang setiap malam di waktu sahur saya doakan dengan kebaikan bagi mereka.”
Pada hakikatnya, memuliakan guru dan beradab kepadanya adalah bentuk pengagungan terhadap ilmu yang di bawanya, jika yang di bawanya adalah ilmu syariat, maka ini adalah bentuk pengagungan terhadap syiar-syiar Allah. Akhlak ini tentu timbul dari ketakwaan yang ada di dalam jiwa seseorang.
Sebagaimana firman Allah di dalam al-Quran: “Demikianlah [perintah Allah]. Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” [QS. Al-Hajj: 32].
Jika adab yang sudah disebutkan di atas benar-benar diamalkan, maka itu dapat menjadi awal kesuksesan seseorang dalam menuntut ilmu. Semoga kita dapat memuliakan para guru dengan beradab kepadanya.